Di zaman sekarang, label ‘sibuk’ sering dianggap sebagai tanda sukses dan produktif. Banyak anak muda berlomba mengisi waktu dengan kerja, belajar, hingga proyek sampingan, namun lupa memberi ruang untuk beristirahat. Survei LinkedIn 2024 mencatat, 85% pekerja muda merasa bersalah jika terlihat tidak produktif, meski hanya rehat sejenak.
Budaya kerja tanpa jeda justru memicu kasus kelelahan mental dan fisik. Sejak 2019, WHO menetapkan burnout sebagai fenomena kerja serius, bukan sekadar lelah biasa. Jika dibiarkan, hal ini bisa menurunkan kualitas kerja dan memengaruhi kesehatan pikiran.
Padahal, istirahat punya peran besar untuk menjaga performa. Studi Harvard Business Review membuktikan, break singkat bisa meningkatkan kreativitas hingga 40%. Microbreak 1–5 menit untuk peregangan, minum air, atau sekadar memejamkan mata bisa membantu menyegarkan pikiran.
Selain itu, power nap 10–20 menit terbukti ampuh memulihkan energi. Mindful pause tanpa gadget dan digital detox mini dengan mematikan notifikasi 30 menit sehari juga efektif menurunkan stres. Baca buku atau duduk santai di luar ruangan bisa jadi cara sederhana untuk merilekskan diri.
Tubuh dan pikiran biasanya sudah memberi tanda kapan butuh jeda. Jika mulai susah fokus, sering typo, mood naik turun, atau merasa ‘kosong’ meski kerja terus, itulah alarm untuk rehat. Ubah mindset: istirahat bukan kemewahan, tapi strategi kerja cerdas. Hustle smart, rest smarter!
Reporter