Surabaya tak hanya dikenal sebagai kota pahlawan, tetapi juga menyimpan jejak sejarah dan seni yang kaya. Sayangnya, banyak dari kekayaan itu mulai terabaikan. Berangkat dari keresahan itulah, mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Untag Surabaya menggelar Djagad Soerabaja, sebuah event hasil garapan kelas Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions (MICE) B, pada Sabtu, 21 Juni 2025 di Surabaya Creative Hub dan kawasan Kampung Heritage Penile.
Mengusung tema “Napak Tilas Sejarah dan Seni Kota Surabaya”, kegiatan ini merepresentasikan kecintaan generasi muda terhadap warisan sejarah dan budaya lokal. Dimulai dari walking tour hingga panggung ludruk Surabayan, “Djagad Soerabaja” menjadi ruang kolaborasi dan ekspresi kreatif yang menyentuh berbagai generasi.
Chiara Ifani Mukti, ketua pelaksana kegiatan, menjelaskan bahwa acara ini dirancang dengan landasan filosofi yang kuat. "Djagad" dalam bahasa Jawa berarti "dunia", dan "Soerabaja" adalah ejaan lama dari Surabaya.
“Kenapa dunia Surabaya? Karena kami ingin menampilkan sisi-sisi Surabaya yang mungkin belum banyak diketahui. Kami ingin audiens napak tilas sejarah kota ini, bukan hanya menikmati acaranya, tapi meresapi nilai di balik setiap titik yang kami datangi,” jelas Chiara (21/6)
Sebelum acara utama dimulai, para peserta diajak menelusuri Kampung Heritage Penile, salah satu kawasan tertua dan paling bersejarah di Surabaya. Dalam tur ini, peserta mengunjungi tempat-tempat penuh nilai sejarah seperti rumah masa kecil Bung Karno, rumah H.O.S. Cokroaminoto, Masjid Jami’, dan makam Eropa terbesar di Surabaya.
“Kami ingin peserta tidak hanya duduk menonton, tapi mengalami langsung, menginjakkan kaki ke titik-titik sejarah yang membentuk identitas kota ini,” tambahnya
Walking tour ini menjadi elemen pembeda dari banyak event sejenis. Di tengah tren digitalisasi, MICE B Ilmu Komunikasi Untag Surabaya justru mengajak masyarakat untuk kembali menyentuh akar sejarah secara fisik dan emosional.
Salah satu daya tarik kuat dari Djagad Soerabaja adalah kolaborasi dengan SMKN 12 Surabaya, khususnya siswa jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV). Dalam segmen pameran fotografi, karya-karya siswa kelas 10 ditampilkan untuk mengabadikan sudut-sudut kota Surabaya dari perspektif milenial dan Gen Z.
“Kami tidak hanya memamerkan foto, tetapi memberi ruang edukasi. Ada sesi materi fotografi, apresiasi tiga karya terbaik, dan tentunya pengalaman berharga untuk para siswa,” terang Chiara
Keterlibatan Duta Wisata Kota Surabaya dan seorang veteran dalam sesi talkshow bertema “All About Surabaya” menambah kedalaman acara. Dua narasumber dari generasi berbeda menyampaikan pandangan dan pengalaman mereka tentang perubahan Surabaya dari masa ke masa, membuat audiens memahami Surabaya secara utuh, dari masa lalu hingga kini.
Sebagai penutup, panggung menampilkan Ludruk Surabayan bertajuk “Ronda-Rondo”, sebuah pentas seni khas Jawa Timur yang dikemas lebih akrab dengan generasi muda. Dengan penggunaan bahasa Surabaya sehari-hari, pertunjukan ini tetap mempertahankan esensi ludruk sambil menjangkau audiens yang lebih luas.
“Kami ingin ludruk tetap hidup. Tapi harus dikemas sesuai zaman. Bahasa Surabaya kami pakai agar tidak ada jarak antara seni tradisional dan penonton muda,” jelas Chiara
Langkah ini membuktikan bahwa seni tradisi bukan barang usang, melainkan bisa terus berkembang jika diberi ruang relevan dalam kehidupan modern.
Dukungan penuh datang dari pihak kampus, termasuk dosen pengampu mata kuliah MICE, Drs. Widiyatmo Ekoputro, MA., ia menyampaikan rasa bangga dan harapan besar atas inisiatif para mahasiswa.
“Ini adalah hasil dari proses panjang. Kami bangga, mahasiswa mampu menghadirkan sebuah kegiatan yang tak hanya memenuhi tugas akademik, tetapi berdampak bagi masyarakat. Ini menunjukkan bahwa Ilmu Komunikasi Untag Surabaya punya kontribusi nyata di tengah kota,” ujar Widiyatmo
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada warga Kampung Penile, termasuk tokoh masyarakat Bapak Lurah Penile yang memberikan ruang dan dukungan penuh terhadap jalannya acara.
Kegiatan ini membuktikan bahwa Untag Surabaya bukan hanya ruang akademik, tapi juga tempat mahasiswa belajar mencintai kotanya lewat karya. Djagad Soerabaja menjadi wujud kepedulian generasi muda dalam merawat budaya Surabaya, mempertemukan sejarah dan kreativitas dalam satu panggung kolaboratif antara kampus dan masyarakat. (Boby)