Doktor Ilmu Hukum Ungkap Celah Hukum Penolakan Sita Jaminan oleh BPN

  • 20 Juni 2025
  • 67

Musim Persoalan hukum mengenai sita jaminan terhadap barang yang tengah dibebani hak tanggungan tengah menjadi perdebatan penting dalam sistem hukum Indonesia. Ketidakjelasan dan kekosongan pengaturan menyebabkan kepastian serta keadilan hukum, khususnya bagi kreditur, debitur, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), masih kerap dipertanyakan.


Menyoroti permasalahan tersebut, Joko Prasetyo, S.Sy., SIH., MH., Ketua DPC Jombang Kongres Advokat Indonesia sekaligus Pendiri Serikat Jurnalis Nusantara, mengangkatnya secara mendalam melalui disertasi berjudul “Pengaturan Sita Jaminan Terhadap Barang yang Telah Dibebani Hak Tanggungan.”


Disertasi ini dipertahankan dalam Rapat Ujian Terbuka (Promosi) Doktor Ilmu Hukum (DIH) Fakultas Hukum Untag Surabaya, yang diselenggarakan pad Jumat, 13 Juni 2025, di Meeting Room Lt.1 Gedung Grha Wiyata Untag Surabaya. Sidang dipimpin oleh Ketua Penguji, Prof. Dr. Mulyanto Nugroho, M.M., CMA., CPA. 


Dalam paparannya, Joko mengungkapkan secara rinci persoalan yang terjadi di lapangan. Dalam praktiknya, permohonan sita jaminan atas barang yang tengah dibebani hak tanggungan sering menghadapi hambatan. Salah satunya adalah penolakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam mencatat sita jaminan apabila tanah atau benda yang dimaksud masih berada di bawah hak tanggungan. Penolakan ini dapat menghambat proses eksekusi dan merugikan kreditur yang tengah memperjuangkan kepastian hukum atas piutangnya.


Masalah ini, menurut Joko, juga bertentangan dengan asas Equality Before The Law, persamaan di muka hukum, karena putusan pengadilan yang sah seharusnya berlaku untuk semua pihak tanpa kecuali, termasuk BPN.


Melalui pendekatan yuridis normatif, disertasi ini menunjukkan bahwa terdapat urgensi perlunya pengaturan yang rinci dan tegas mengenai sita jaminan atas barang yang dibebani hak tanggungan. Dalam penelitiannya, Joko juga menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan filosofis, dan pendekatan kasus, guna menemukan formula yang dapat diterima secara universal, demi kepastian hukum dan keadilan.


Joko menyimpulkan bahwa permasalahan bukan karena terletak pada hukum formil, melainkan pada implementasi dan kepatuhan institusi. Joko menyarankan adanya perbaikan regulasi, yaitu mewajibkan BPN selaku turut tergugat untuk tunduk pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dengan begitu, BPN tidak dapat lagi menolak permohonan blokir, sehingga putusan pengadilan dapat dilaksanakan dan kepastian hukum tercapai.


Selain itu, Joko juga mengusulkan agar Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) ditambah dengan ketentuan yang mewajibkan BPN mencatat sita jaminan pada buku tanah dan sertifikat. Langkah ini ditujukan demi menjaga transparansi serta kepastian status kepemilikan tanah yang menjadi jaminan, sekaligus mencegah penolakan permohonan blokir tanpa dasar yang dapat dipertanggungjawabkan.


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis, yakni menjadi kontribusi akademik dalam diskursus hukum perdata di Indonesia, serta secara praktis, yaitu sebagai pedoman dan acuan bagi praktisi hukum, BPN, maupun lembaga peradilan, demi terwujudnya sistem hukum yang adil dan pasti.


Keberhasilan Joko Prasetyo meraih gelar Doktor Ilmu Hukum mencerminkan kualitas akademik dan komitmen Untag Surabaya dalam melahirkan ahli hukum profesional yang berkontribusi bagi kepastian dan keadilan hukum di Indonesia. (Boby)


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

\