?Candi Borobudur tak hanya megah sebagai warisan budaya dunia, tetapi juga menyimpan ketenangan spiritual yang memikat siapa pun yang menjejakkan kaki di pelatarannya. Sebagai candi Buddha terbesar di dunia, Borobudur bukan sekadar destinasi wisata sejarah, melainkan juga ruang perenungan batin, tempat di mana ajaran Buddha menyatu harmonis dengan nuansa alam dan kearifan lokal.
Berbagai upaya terus dilakukan untuk menjadikan Borobudur sebagai pusat ziarah spiritual umat Buddha. Salah satu langkah terbarunya adalah kegiatan dharmayatra atau perjalanan spiritual bertajuk “Cultural Spiritual Inclusive” yang belum lama ini digelar sebagai uji coba. Kegiatan ini menunjukkan bagaimana Borobudur bisa menjadi ruang sakral yang hidup, bukan hanya monumen bisu yang hanya dilihat dari kejauhan.
Dilansir dari Antara News, uji coba yang berlangsung pada Kamis (12/6) dan diikuti oleh sekitar 150 umat Buddha dari berbagai organisasi dan institusi pendidikan. Mereka melaksanakan sembahyang bersama, meditasi, hingga Puja Mandala di kompleks Candi Borobudur dalam suasana hening dan khusyuk.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama, Supriyadi, kegiatan ini dinilai memiliki potensi besar memperkuat posisi Borobudur sebagai destinasi religi berskala internasional.
“Ditjen Bimas Buddha telah secara masif terus melakukan kegiatan keagamaan dan mempromosikan Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, dan Candi Sewu sebagai Wisata Religi Umat Buddha Indonesia dan dunia,” ujar Supriyadi seperti dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (13/6)
Lebih dari sekadar rangkaian ritual, dharmayatra dimaknai sebagai perjalanan batin untuk mengenal lebih dalam makna dharma. Hal ini dijelaskan oleh Bhikkhu Ditti Sampanno selaku pemimpin kegiatan.
“Dalam satu jam kita bisa melakukan puja, penghormatan, meditasi, hingga Puja Mandala. Ini membuktikan bahwa konsep Cultural Spiritual Inclusive sangat memungkinkan diterapkan,” ujar Bhikkhu Ditti, sebagaimana dilaporkan dari Antara News
Ia juga berharap agar pelaksanaan kegiatan spiritual seperti ini dapat terus berlanjut, bahkan bisa dilakukan di malam hari atau di area khusus agar tidak bercampur dengan arus wisatawan umum.
Kegiatan dharmayatra ini merupakan hasil kolaborasi antara Yayasan Dharmayatra Nusantara Utama, Kementerian Agama, berbagai majelis agama Buddha, institusi pendidikan, serta agen perjalanan lokal. Diketahui dari laporan Antara, kegiatan ini menjadi uji coba penting untuk melihat kesiapan Borobudur sebagai destinasi spiritual reguler.
Dengan jumlah umat Buddha dunia yang mencapai lebih dari 400 juta orang, Borobudur memiliki potensi besar untuk menjadi titik ziarah internasional yang hidup dan bermakna. Perlahan namun pasti, Borobudur mulai bersinar kembali, bukan hanya sebagai cagar budaya, tapi juga sebagai pusat pencarian spiritual. (Boby)