Umar mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNTAG Surabaya tetap semangat untuk terus berprestasi. Kekurangan fisik yang ia miliki tidak sedikitpun membuatnya lelah untuk memperjuangkan hak pendidikan bagi kaum difabel.
Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi itu menceritakan ketika ia kecil tak memiliki kebahagiaan yang sama dengan teman-teman sebayanya. Itu karena, tak sedikit orang yang meremehkan dan menghina kondisi tubuhnya yang tidak sempurna.
‘’Saya lahir di Jeddah, Arab Saudi. Sehingga dari kecil hingga usia 19 tahun saya menghabiskan waktu di Arab Saudi. Waktu kecil, saya sering dihina orang-orang karena kondisi saya,’’ ungkap mahasiswa kelahiran tahun 1995 itu.
Lebih lanjut, Umar, mencontohkan ketika sekolah dengan kondisi tangan yang tidak sempurna dan ia mampu menulis dengan baik melebihi anak-anak normal pada waktu itu. Namun, justru mereka semakin menghujatnya dengan hinaan. Akan tetapi, kondisi tersebut semakin memotivasi Umar untuk berprestasi.
‘’Karena mereka tidak percaya dengan kemampuan saya, maka saya terus mengikuti berbagai lomba. Seperti pidato, story telling, dan sebagainya,’’ ungkapanya pada warta17agustus.com.
Saat kelas 5 SD, Umar pernah menduduki peringkat satu dalam Lomba Pidato Bahasa Inggris khusus masyarakat Indonesia se-Kerajaan Saudi Arabia. Di bangku kuliah, ia juga mampu menunjukkan bahwa dirinya mampu bersaing dengan mahasiswa lainnya. Bahkan ia menjadi mahasiswa berprestasi tingkat Provinsi Jawa Timur, karena mampu menyampaikan gagasan pendidikan difabel yang termuat dalam Undang-undang nomor 19 tahun 2011 tentang Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
‘’Untuk menjadi mahasiswa berprestasi tingkat provinsi bukan hal yang mudah bagi saya. Karena pada waktu itu, saya harus bersaing dengan PTS (Perguruan Tinggi Swasta) langganan juara. Saat itu mereka bawa macam-macam karya mereka. Sedang saya hanya bawa gagasan saya tentang pendidikan difabel di Indonesia,’’ tutur Umar.
Mahasiswa yang pernah menjadi reporter PBB dalam PrepCom 3 UN HABITAT III 2016 lalu ini, mengungkapkan jika ia bersyukur mempunyai kedua orangtua yang bisa menjaga dan membentuknya menjadi pribadi yang percaya diri dan berprestasi.
‘’Mama membuat saya keluar dari zona nyaman. Ia meyakinkan saya bahwa dunia menerima saya. Ia membuat saya dari kuncup bunga yang tak terlihat hingga menjadi bunga cantik yang terlihat,’’ ujar mahasiswa semester 6 itu.
Mahasiswa yang saat ini mendapatkan Indek Pretasi Komulatif (IPK) 3,93 itu berharap bisa melanjutkan studi S2 di Australia.
Redaksi yang malang melintang di bidang jurnalisme